Nama
: Nuraeni
Nim : 2222111757
Kelas : 5 C ( Diksatrasia)
Mata
Kuliah : Kajian Drama Indonesia
Nasakah Derama “Jam Dinding yang Berdetak: Karya Nano Riantiarno”. Menentukan Unsur Plot
dan Mengkaji Dengan Pendekatan Psikologi
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah atau hal-hal yang penulis bahas dalam makalah ini antara lain :
1.
Mengaplikasi unsur-unsur yang menjadi tolak ukur
sebuah naskah drama ke dalam naskah drama Jam Dinding yang Berdetak.
2.
Menjelaskan standar mutu naskah drama secara umum dan menghubugkannya
dengan naskah drama.
A.
Struktur
Plot
1. Eksposisi :
Pengenalan masalah dan tokoh-tokoh lakon, dalam naskah Jam Dinding Yang Berdetak:
Cerita
berawal dari sebuah keluarga di sebuah kompleks orang-orang miskin dan
orang-orang pensiunan. Di sana terdapat keluarga kecil Thomas Pattiwael dan
istrinya Marrie Pattiwael yang memiliki dua orang anak yaitu Magda dan Benny.
Mereka juga memiliki tetangga yang sering dipanggil Oma, seorang tua yang
cerewet dan senang bergosip.
Eksposisi pada naskah drama Jam Dinding yang Berdetak dimulai dari
kemunculan tokoh satu per satu. Tokoh Mama yang berteriak-teriak
membangunkan tokoh Benny yang sedang tidur. Kemudian disusul tokoh
Papa yang sedang mencari dasi dan tokoh Magda yang baru selesai mandi.
Pemunculan masalahnya ada pada kerisauan Mama yang memikirkan nasib
Benny. Benny yang sudah susah-susah disekolahkan tinggi ternyata hanya
menjadi pelukis yang belum bisa menghasilkan uang.
2. Konflik
: Masalah yang ditimbulkan dalam cerita,
berkembang menuju konflik.
Awal Konflik
Muncul permasalahan dalam naskah
ini ketika Tom pergi, karena Tom pergi
ke rumah selingkuhan yang selalu di panggil ‘gentong bir’. Di sana Marrie
tersinggung oleh kata-kata Benny dan pergi. Magda dan Benny berencana membuat
kejutan untuk merayakan hari ulang tahun perkawinan orangtua mereka yang ke-25,
Benny membuat lukisan keluarga sebagai hadiah. Mereka mengumpulkan uang untuk
membeli sebotol minuman keras dengan tujuan supaya Ayah mereka diam dirumah dan
juga berencana membeli kue.
Perayaan ulang tahun perkawinan Tom
dan Marrie berjalan dengan khidmat, terdengar nyanyian selamat ulang tahun dan
dilanjutkan dengan nyanyian gereja. Tiba-tiba Oma
muncul dan bercerita tentang Christine anaknya, kemudian pergi.
3.
Kalimas atau titik puncak cerita dalam
naskah derama. Jam Dinding Yang Berdetak.
Konflik Semakin Memuncak.
Setelah perayaan, Magda dan Benny
meninggalkan Tom dan Marrie berdua saja. Mereka berharap orangtua mereka
kembali rukun seperti dulu. Setelah Magda dan Benny pergi, suasana kembali kaku
untuk beberapa saat. Tom membuka pembicaraan dengan memperlihatkan foto ia dan
Marrie ketika masih muda, Tom ingin melihat Marrie kembali mengurai rambutnya
yang panjang. Marrie menolak, dan akhirnya mengakui bahwa rambutnya telah
ia potong dan dijual untuk merayakan ulang tahun perkawinan mereka. Pada
awalnya ia berniat menjual jam dinding antik hadiah ulang tahun perkawinan
mereka yang pertama, tetapi ia tidak tega karena jam itu satu-satunya kenangan
berharga dari Tom. Tom mengalihkan pembicaraan ia meminta Marrie untuk kembali
menjadi istrinya seperti dahulu, tetapi Marrie menolak. Tom tidak mau terus
menerus membohongi dirinya sendiri, ia membutuhkan Marrie bukan orang lain.
Sudah hampir 3 tahun Tom tidak pernah menyentuh Marrie, ia ingin malam itu
Marrie melayaninya. Tetapi Marrie tetap menolak, terjadi percekcokan yang hebat
antara Tom dan Marrie. Lalu Tom memutuskan untuk pergi kepelukan
selingkuhannya. pada (halaman20 s/d 26)
4.
Krisis/klimaks
: Mulai adanya upaya pencarian jalan keluar
Marrie menangis, Magda
dan Benny pulang. Melihat Marrie yang diam saja duduk di kursi goyang dengan
tatapan kosong, Magda dan Benny mengajak Marrie masuk tetapi Marrie tetap saja
diam. Magda dan Benny masuk. Tinggal Marrie di luar menunggu Tom pulang hingga
jam 4 dini hari.
5.
Resolusi/Anti-klimaks : Persoalan mulai diselesaikan
Tiba-tiba datang polisi yang
memberitahukan bahwa mobil yang ditumpangi Tom dan selingkuhannya kecelakaan.
Dan keduanya meninggal. Dan ternyata berita itu hanya mimpi. Jam dinding
berdetak 5 kali, lampu padam.
B. Struktur Bentuk Tokoh dan Penokohan
Adalah pelukisan tokoh cerita dalam
naskah “Jam Dinding yang Berdetak“ dalam
keadaan 1) fisiologis meliputi:
(Latar belakang fisik/ciri-ciri badani) jenis kelamin, postur tubuh, warna
kulit, warna rambut, keadaan 2) psikologis (latar belakang kejiwaan) meliputi:
temperamen, Intelegensi, moralitas, pandangan hidup, keadaan 3) sosiologis
(latar belakang kemasyarakatan) meliputi: adat istiadat, hobby, pendidikan,
status sosial dan sebagainya.
Di dalam naskah “Jam Dinding yang
Berdetak“ penokohan atau perwatakan masing – masing tokoh antara lain sebagai
berikut :
·
Marrie
Pattiwael
1.
Secara
Fisiologis : Seorang Perempuan berusia sekitar 43
tahun, berwajah cantik, berambut hitam
panjang namun diakhir cerita dipotong menjadi pendek.
2.
Secara
Sosiologis : Istri Thomas Pattiwael, berasal dari kalangan
menengah atas namun di dalam cerita sudah jatuh miskin, berpendidikan.
3.
Secara
Psikologis : cerewet, lemah dan menyembunyikan
kelemahannya lewat kecerewetannya, tempramental, memperlakukan dirinya sebagai
orang sakit, beragama Nasrani.
·
Thomas
Pattiwael
1.
Secara
Fisiologis
: Seorang laki-laki berusia sekitar 45 tahun, bertubuh gemuk.
2.
Secara
Sosiologis : Suami dari Marrie Pattiwael, berasal dari kalangan menengah atas namun
di dalam cerita sudah jatuh miskin, berpendidikan.
3.
Secara
Psikologis : bernafsu tinggi, tempramental, suami yang
menginginkan istrinya kembali menjadi istri yang sewajarnya, beragama Nasrani.
·
Benny
1.
Secara
Fisiologis
: Seorang laki-laki berusia sekitar 17 tahun
2.
Secara
Sosiologis : Anak bungsu dari Marrie dan Tom, hobby melukis, di drop
out dari sekolahnya karena bertengkar dengan gurunya, berasal dari kalangan
menengah atas namun di dalam cerita sudah jatuh miskin.
3.
Secara
Psikologis : tempramental, keras kepala, beragama Nasrani.
C. Latar dan Setting
Di dalam Naskah “Jam Dinding yang
Berdetak” latar dan setting adalah sebagai berikut:
Seluruh kejadian ini terjadi di salah satu rumah yang terletak di kompleks orang-orang miskin dan
orang–orang pensiunan. Rumah dibagi jadi tiga bagian tapi bersambungan satu sama lain/simultan set.
1.
Pertama-tama
Kita melihat
halaman depan, ada pohon pisang beberapa batang. Satu pohon jambu dan satu pohon
kersen, di muka rumah ada lentera tergantung persis di atas kursi goyang
dekat jendela kayu.
2.
Kedua ruang tengah
Terdapat sebuah
sofa reot, permadani butut, dua buah kursi rotan. Sebuah lemari pecah belah di sudut
ruang dekat pintu. Bergordin korduray hijau lumut, sebuah lobang pintu tak berdaun pintu dari sebuah
kamar tidur yang pasti sempit, sebuah jam dinding terpaku di antara sofa
megah diantara potret–potret tua, kelihatan jam itu sangat antik. Keadaan kamar itu
betul-betul berantakan.
3.
Bagian ketiga
Rak piring besi yang catnya sudah mulai luntur dan karatan. Ember berbaur
dengan alat–alat lukis, cat-cat, tube-tube kosong figura-figura kanvas setengah
berlukis dan lukisan-lukisan bertumpuk di satu sudut. Kita melihat dapur
sama berantakannya dengan ruang tengah. Pada saat lampu fade in kita melihat seseorang
berkerudung selimut tidur di bawah sofa. Bergelung dan mendengkur, dari sebelah dapur kita
mendengar ribut-ribut, hari baru pukul tujuh pagi. Matahari belum begitu panas.
D.
Kajian
Psikologi Sastra
Psikologi sastra adalah
kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan
menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Karya sastra yang dipandang
sebagai fenomena psikologis, akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui
tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa drama maupun prosa.
Beberapa kemungkinan
kajian psikologi sastra diantaranya ialah pendekatan tekstual yang mengkaji
aspek psikologis tokoh dalam karya sastra. Pengkajian aspek tekstual semula
memang tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip Freud tentang psikologi dalam.
Kajian psikoanalisanya mengemukakan bahwa kesadaran merupakan sebagian kecil
dari kehidupan mental sedangkan bagian besarnya adalah ketaksadaran atau tak
sadar.
Dalam kajian psikologi sastra, akan berusaha mengungkap
psikoanalisa kepribadian yang dipandang meliputi tiga unsur kejiwaan, yaitu id, ego dan super ego. Ketiga sistem tersebut saling berkaitan
serta membentuk totalitas dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan
produk integrasi ketiganya.
Id adalah aspek kepribadian yang ‘gelap’ dalam bawah sadar
manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa
‘energi buta’. Ego adalah
kepribadian implementatif, yaitu berupa kontak dengan dunia luar. Ego merupakan bagian ambang sadar dan
kesadaran. Antara sistem tak sadar (id) dengan sistem
sadar (ego) ada satu bagian yang memegang pernan penting
yaitu sensor yang dinamakan super ego yang mengontrol dorongan-dorongan
‘buta’ id tersebut. Super ego berisi nilai-nilai atau aturan yang
bersifat evaluative menyangkut baik dan buruk.
E.
Tokoh Marrie Pattiwael dalam
Pandangan Psikologi Freud
Cerita berawal dari sebuah keluarga di
sebuah kompleks orang-orang miskin dan orang-orang pensiunan. Di sana terdapat
keluarga kecil Thomas Pattiwael dan istrinya Marrie Pattiwael yang memiliki dua
orang anak yaitu Magda dan Benn. Tokoh Marrie sosok ibu yang mencari sesuatu yang dinginkan tapi kehidupan ekonomi
keluaraganya sangat lemah, sehingga
dalam runah tangganya timbulah suatu titik permasalahan,
Dalam
naskah drama ini digambarkan bagaimana permasalahan/pertentangan antara id, ego dengan super ego.
Pertentangan tersebut lebih mengarah pada pertentangan perekonomian dan
kepuasan. Thomas
adalah lelaki yang merasa tidak mendapat kepuasan atas servis istrinya sehingga
ia harus keluar untuk mendapatkannya dengan wanita lain. Sementara Marry,
seorang wanita yang otaknya dipenuhi permasalahan materi. Karana, Thomas
semenjang pensiun, kehidupan keluaraganya semakin kekurangan untuk makan
sehari-hari pun sangat susah, sehingga tokoh Marry egois terhapat suminya itu,
walau sosok Marry egois dan cerewet Merrei sosok ibu yang sanyang terhdap
keluraganya, walau pun sempat tergoncang emosinya kerena permasalahan
perekonomian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar