Rabu, 02 Oktober 2013

Analisis Teks Drama Jam Dinding Yang Berdetak Karya Nano Riantiarno

Nama               : Nuraeni
Nim                 : 2222111757
Kelas               : 5 C ( Diksatrasia)
Mata Kuliah    : Kajian Drama Indonesia

Nasakah  Derama “Jam Dinding yang Berdetak:  Karya Nano Riantiarno”. Menentukan Unsur Plot dan Mengkaji Dengan Pendekatan Psikologi
 Rumusan Masalah
Rumusan masalah atau hal-hal yang penulis bahas dalam makalah ini antara lain :
1.       Mengaplikasi unsur-unsur yang menjadi tolak ukur sebuah naskah drama ke dalam naskah drama Jam Dinding yang Berdetak.
2.      Menjelaskan standar mutu naskah drama secara umum dan menghubugkannya dengan naskah drama.

A.    Struktur Plot
1.      Eksposisi : Pengenalan masalah dan tokoh-tokoh lakon, dalam naskah Jam Dinding Yang Berdetak:
Cerita berawal dari sebuah keluarga di sebuah kompleks orang-orang miskin dan orang-orang pensiunan. Di sana terdapat keluarga kecil Thomas Pattiwael dan istrinya Marrie Pattiwael yang memiliki dua orang anak yaitu Magda dan Benny. Mereka juga memiliki tetangga yang sering dipanggil Oma, seorang tua yang cerewet dan senang bergosip.
            Eksposisi pada naskah drama Jam Dinding yang Berdetak dimulai dari kemunculan tokoh satu per satu.  Tokoh Mama yang berteriak-teriak  membangunkan tokoh Benny yang sedang tidur.  Kemudian disusul tokoh Papa yang sedang mencari dasi dan tokoh Magda yang baru selesai mandi.  Pemunculan masalahnya ada pada kerisauan Mama yang memikirkan nasib Benny.  Benny yang sudah susah-susah disekolahkan tinggi ternyata hanya menjadi pelukis yang belum bisa menghasilkan uang.

2.      Konflik : Masalah yang ditimbulkan dalam cerita,  berkembang menuju konflik.
Awal Konflik
Muncul permasalahan dalam naskah ini  ketika Tom pergi, karena Tom pergi ke rumah selingkuhan yang selalu di panggil ‘gentong bir’. Di sana Marrie tersinggung oleh kata-kata Benny dan pergi. Magda dan Benny berencana membuat kejutan untuk merayakan hari ulang tahun perkawinan orangtua mereka yang ke-25, Benny membuat lukisan keluarga sebagai hadiah. Mereka mengumpulkan uang untuk membeli sebotol minuman keras dengan tujuan supaya Ayah mereka diam dirumah dan juga berencana membeli kue.
Perayaan ulang tahun perkawinan Tom dan Marrie berjalan dengan khidmat, terdengar nyanyian selamat ulang tahun dan dilanjutkan dengan nyanyian gereja. Tiba-tiba Oma muncul dan bercerita tentang Christine anaknya, kemudian pergi.
3.      Kalimas atau titik puncak cerita dalam naskah derama. Jam Dinding Yang Berdetak.
  Konflik Semakin Memuncak.
Setelah perayaan, Magda dan Benny meninggalkan Tom dan Marrie berdua saja. Mereka berharap orangtua mereka kembali rukun seperti dulu. Setelah Magda dan Benny pergi, suasana kembali kaku untuk beberapa saat. Tom membuka pembicaraan dengan memperlihatkan foto ia dan Marrie ketika masih muda, Tom ingin melihat Marrie kembali mengurai rambutnya yang panjang. Marrie menolak, dan akhirnya  mengakui bahwa rambutnya telah ia potong dan dijual untuk merayakan ulang tahun perkawinan mereka. Pada awalnya ia berniat menjual jam dinding antik hadiah ulang tahun perkawinan mereka yang pertama, tetapi ia tidak tega karena jam itu satu-satunya kenangan berharga dari Tom. Tom mengalihkan pembicaraan ia meminta Marrie untuk kembali menjadi istrinya seperti dahulu, tetapi Marrie menolak. Tom tidak mau terus menerus membohongi dirinya sendiri, ia membutuhkan Marrie bukan orang lain. Sudah hampir 3 tahun Tom tidak pernah menyentuh Marrie, ia ingin malam itu Marrie melayaninya. Tetapi Marrie tetap menolak, terjadi percekcokan yang hebat antara Tom dan Marrie. Lalu Tom memutuskan untuk pergi kepelukan selingkuhannya. pada (halaman20 s/d 26)

4.       Krisis/klimaks : Mulai adanya upaya pencarian jalan keluar
Marrie menangis, Magda dan Benny pulang. Melihat Marrie yang diam saja duduk di kursi goyang dengan tatapan kosong, Magda dan Benny mengajak Marrie masuk tetapi Marrie tetap saja diam. Magda dan Benny masuk. Tinggal Marrie di luar menunggu Tom pulang hingga jam 4 dini hari.

5.      Resolusi/Anti-klimaks : Persoalan mulai diselesaikan
Tiba-tiba datang polisi yang memberitahukan bahwa mobil yang ditumpangi Tom dan selingkuhannya kecelakaan. Dan keduanya meninggal. Dan ternyata berita itu hanya mimpi. Jam dinding berdetak 5 kali, lampu padam.

B.     Struktur Bentuk Tokoh dan Penokohan
Adalah pelukisan tokoh cerita dalam naskah “Jam Dinding yang Berdetak“  dalam  keadaan  1) fisiologis meliputi: (Latar belakang fisik/ciri-ciri badani) jenis kelamin, postur tubuh, warna kulit, warna rambut, keadaan 2) psikologis (latar belakang kejiwaan) meliputi: temperamen, Intelegensi, moralitas, pandangan hidup, keadaan 3) sosiologis (latar belakang kemasyarakatan) meliputi: adat istiadat, hobby, pendidikan, status sosial dan sebagainya.
Di dalam naskah “Jam Dinding yang Berdetak“ penokohan atau perwatakan masing – masing tokoh antara lain sebagai berikut :
·         Marrie Pattiwael
1.      Secara Fisiologis     : Seorang Perempuan berusia sekitar 43 tahun,   berwajah cantik, berambut hitam panjang namun diakhir cerita dipotong menjadi pendek.
2.      Secara Sosiologis     : Istri Thomas Pattiwael, berasal dari kalangan menengah atas namun di dalam cerita sudah jatuh miskin, berpendidikan.
3.      Secara Psikologis  : cerewet, lemah dan menyembunyikan kelemahannya lewat kecerewetannya, tempramental, memperlakukan dirinya sebagai orang sakit, beragama Nasrani.
·         Thomas Pattiwael
1.      Secara Fisiologis    : Seorang laki-laki berusia sekitar 45 tahun, bertubuh gemuk.
2.      Secara Sosiologis : Suami dari Marrie Pattiwael, berasal dari kalangan menengah atas namun di dalam cerita sudah jatuh miskin, berpendidikan.
3.      Secara Psikologis  : bernafsu tinggi, tempramental, suami yang menginginkan istrinya kembali menjadi istri yang sewajarnya, beragama Nasrani.
·         Benny
1.      Secara Fisiologis    : Seorang laki-laki berusia sekitar 17 tahun
2.      Secara Sosiologis   : Anak bungsu dari Marrie dan Tom, hobby melukis, di drop out dari sekolahnya karena bertengkar dengan gurunya, berasal dari kalangan menengah atas namun di dalam cerita sudah jatuh miskin.
3.      Secara Psikologis  : tempramental, keras kepala, beragama Nasrani.

C.    Latar dan Setting
Di dalam Naskah “Jam Dinding yang Berdetak” latar dan setting adalah sebagai berikut:
Seluruh kejadian ini terjadi di salah satu rumah yang terletak di kompleks orang-orang miskin dan orang–orang pensiunan. Rumah dibagi jadi tiga  bagian tapi bersambungan satu sama lain/simultan set.
1.      Pertama-tama 
Kita melihat halaman depan, ada pohon pisang beberapa batang. Satu pohon jambu  dan satu pohon kersen,  di muka rumah ada lentera tergantung persis di atas kursi goyang dekat jendela kayu.
2.      Kedua ruang tengah
Terdapat sebuah sofa reot, permadani butut, dua  buah kursi rotan. Sebuah lemari pecah belah di sudut ruang dekat pintu. Bergordin korduray hijau lumut, sebuah lobang pintu tak berdaun pintu dari sebuah kamar tidur yang pasti sempit, sebuah jam dinding terpaku di antara sofa  megah diantara potret–potret tua, kelihatan jam itu sangat antik. Keadaan kamar itu betul-betul berantakan.
3.      Bagian ketiga
Rak piring besi yang catnya sudah mulai luntur dan karatan.  Ember berbaur dengan alat–alat lukis, cat-cat, tube-tube kosong figura-figura kanvas setengah berlukis dan lukisan-lukisan bertumpuk di satu sudut. Kita melihat dapur sama berantakannya dengan ruang tengah. Pada saat lampu  fade in kita melihat seseorang berkerudung selimut tidur di bawah sofa. Bergelung dan mendengkur, dari sebelah dapur kita mendengar ribut-ribut, hari baru pukul tujuh pagi. Matahari belum begitu panas.

D.     Kajian Psikologi Sastra
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis, akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa drama maupun prosa.
Beberapa kemungkinan kajian psikologi sastra diantaranya ialah pendekatan tekstual yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra. Pengkajian aspek tekstual semula memang tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip Freud tentang psikologi dalam. Kajian psikoanalisanya mengemukakan bahwa kesadaran merupakan sebagian kecil dari kehidupan mental sedangkan bagian besarnya adalah ketaksadaran atau tak sadar.
Dalam kajian psikologi sastra, akan berusaha mengungkap psikoanalisa kepribadian yang dipandang meliputi tiga unsur kejiwaan, yaitu id, ego dan super ego. Ketiga sistem tersebut saling berkaitan serta membentuk totalitas dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan produk integrasi ketiganya.
Id adalah aspek kepribadian yang ‘gelap’ dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa ‘energi buta’. Ego adalah kepribadian implementatif, yaitu berupa kontak dengan dunia luar. Ego merupakan bagian ambang sadar dan kesadaran. Antara sistem tak sadar (id) dengan sistem sadar (ego) ada satu bagian yang memegang pernan penting yaitu sensor yang dinamakan super ego  yang mengontrol dorongan-dorongan ‘buta’ id tersebut. Super ego berisi nilai-nilai atau aturan yang bersifat evaluative menyangkut baik dan buruk.
E.     Tokoh Marrie Pattiwael dalam Pandangan Psikologi Freud
Cerita berawal dari sebuah keluarga di sebuah kompleks orang-orang miskin dan orang-orang pensiunan. Di sana terdapat keluarga kecil Thomas Pattiwael dan istrinya Marrie Pattiwael yang memiliki dua orang anak yaitu Magda dan Benn. Tokoh  Marrie sosok ibu yang  mencari sesuatu yang dinginkan tapi kehidupan ekonomi keluaraganya sangat  lemah, sehingga dalam runah tangganya timbulah suatu titik permasalahan,

Dalam naskah drama ini digambarkan bagaimana permasalahan/pertentangan  antara id, ego dengan super ego. Pertentangan tersebut lebih mengarah pada pertentangan perekonomian dan kepuasan. Thomas adalah lelaki yang merasa tidak mendapat kepuasan atas servis istrinya sehingga ia harus keluar untuk mendapatkannya dengan wanita lain. Sementara Marry, seorang wanita yang otaknya dipenuhi permasalahan materi. Karana, Thomas semenjang pensiun, kehidupan keluaraganya semakin kekurangan untuk makan sehari-hari pun sangat susah, sehingga tokoh Marry egois terhapat suminya itu, walau sosok Marry egois dan cerewet Merrei sosok ibu yang sanyang terhdap keluraganya, walau pun sempat tergoncang emosinya kerena permasalahan perekonomian. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar